Martabat Pekerjaan
Macetnya jalan utama di Kota Denpasar mengindikasikan bahwa orang-orang yang tinggal di kota ini hadir dengan kesibukannya sendiri,
bekerja di siang hari, bekerja di malam
hari, jalan-jalan di siang dan malam hari bahkan sepanjang waktu.Memang, setiap
orang dituntut untuk bekerja karena
dengan bekerja ia memperoleh nafkah
untuk membiayai kehidupannya, keluarga dan lingkungannya.Tapi
pernahkah kita merefleksikan
keluhuran sebuah pekerjaan? Banyak orang
bekerja untuk mendapatkan
penghasilan dengan menggadaikan harkat dan martabat
dirinya sendiri bahkan harus menjadikan orang lain sebagai
tumbal. Penjahat perampokan,
penodong, penjual narkoba dan lain-lain sejenisnya tentu adalah mereka yang tidak
mampu merefleksikan keluhuran dari
pekerjaan sehingga cenderung melakukan pekerjaan bukan
atas dasar menguntungkan
secara moral, tetapi sekedar menguntungkan secara fisikal.
Tokoh dunia
sekaliber Paus Johanes Paulus II
merefleksikan betapa luhurnya martabat
pekerjaan yang hampir dilakukan oleh
seluruh umat manusia. Permenungan
tokoh fenomenal ini
tertuang dalam ‘Laborem Exercens’
yang terbit pada tahun 1982. Ia merefleksikan tentang nilai luhur pekerjaan bahwa dalam
bekerja manusia tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan hidup dan
tuntutan masa depannya saja tetapi
manusia turut memperpanjang karya
penciptaan. Dalam bekerja manusia secara
aktif ikut ambil bagian dalam kreativitas
Tuhan.Karena itu dalam dunia kerja, manusia tidak dibenarkan menjadi
sarana atau obyek. Ia harus menjadi subyek dan tujuan. Sebagai
subyek manusia adalah ‘bos’ dari setiap
pekerjaan, bukan hamba dari pekerjaan. Sebagai tujuan, pekerjaan menjadikan
manusia semakin kreatif dan bijaksana.
Pekerjaan menjadi sarana aktualisasi
panggilannya kepada pemenuhan yang layak sesuai dengan martabatnya.
Dalam
pandangan Paus Johanes paulus II, pekerjaan harus membawa manusia kepada
kehidupan yang layak sesuai dengan martabatnya. Proses produksi
pertama-tama bukan untuk
mengakumulasikan modal dan meraup
keuntungan sebesar-besarnya tetapi untuk
menjamin kelangsungan setiap individu. Hasil produksi adalah juga hak setiap pekerja, bukan hanya milik majikan. Hal yang
perlu diatasi pada masa sekarang ini
adalah struktur proses pekerjaan yang
dualistik. Dalam dunia kerja seringkali ada pihak ketiga yang turut menentukan
kedudukan pekerja yang dikenal dengan istilah
majikan tidak langsung. Pada konteks inilah, biasanya pekerja dieksploitasi.
Apa
yang dikemukakan oleh Paus Johanes Paulus II ini sangat relevan dengan kondisi
kerja dewasa ini. Masih ada pihak pemberi kerja yang memandang pekerjanya sebagai ‘pekerja’ semata, pada hal
sesungguhnya para pekerja adalah para kreator. Maka sangat
dituntut hal-hal ini, bahwa dalam
perusahaan para pemilik modal dan karyawannya adalah sama-sama sebagai
pencipta yang akan menikmati
hasil ciptaannya di akhir bulan atau di
akhir tahun. Maka pertanyaan
penting untuk refleksi kita
adalah, apakah di lembaga koperasi,
karyawan dan pengurus serta manajemen
sudah duduk sama rendah, berdiri
sama tinggi sebagai pencipta
yang akan menikmati hasilnya
pada akhir tahun buku? Kita-kita
di koperasi tentu sudah tahu apa
jawabnya.*AGUST GT
Komentar
Posting Komentar