Merenungkan Peran Ibu





Pada  bulan Desember  kita  diajak untuk  merefleksikan  berbagai hal penting  yang menyangkut  masa depan  bangsa dan negara, bahkan  masa depan  bangsa  di dunia. Salah satunya merefleksikan peran ‘ibu’ yang  tentu saja tak bisa diingkari.
Ada hari-hari  penting  sepanjang Desember  ini yang  mengajak para insan koperasi  untuk  melakukan refleksi mendalam  untuk menangkap  maknanya. Misalnya setiap tanggal 1 Desember  masyarakat dunia memperingati Hari AIDS  sedunia. Kita pun tahu, saat ini HIV/AIDS  telah menjadi pembunuh berdarah dingin, menggempur  kehidupan  mayoritas orang muda  dan menghentikan langkah  jutaan orang untuk menggapai masa depannya.Ratusan  ibu pun telah menjadi  korbannya.
Tanggal 3 Desember  diperingati  sebagai Hari Penyandang Cacat. Para insan koperasi  diajak untuk solider dengan saudara-saudara dan jutaan  anak yang kurang beruntung, lahir  dalam kondisi cacat  atau karena suatu sebab menjadi cacat. Penyandang cacat  di Indonesia  diperkirakan mencapai lima juta orang, jumlah yang tidak kecil. Mereka tentu saja memerlukan  perhatian, terutama pelayanan  khusus. Kisah  pedih yang dialami  oleh para penyandang  cacat  Tuna Netra misalnya  pada saat  mengikuti Ujian Nasional, atau  pengabaian hak-hal politik dan ekonomi, hak  sosial budayanya  kiranya  menjadi keprihatinan  bangsa Indonesia termasuk  insan koperasi.
Tanggal  10 Desember  adalah Hari Hak Asasi Manusia. Para insan  koperasi  harus juga  merefleksikan  kembali  sejauh mana  rasa hormat kita  terhadap harkat dan martabat  sesama manusia. Kejahatan  pembunuhan, perkosaan, pelecehan seksual, penculikan, perdagangan perempuan, tindak kekerasan  dalam rumah tangga, dan bentuk kekerasan lainnya masih marak terjadi.
Tanggal  13 Desember  adalah Hari Kesatuan Nasional. Ini momentum  bagi para insan koperasi untuk merefleksikan kembali  nasionalisme  kita  sebagai bangsa Indonesia. Tahun-tahun terakhir  ini, kita  menyaksikan  berbagai  ancaman  disintegrasi bangsa. Komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)  kini digoyang-goyang,  lalu  yang menonjol adalah sentimentisme  kesukuan, kedaerahan, keagamaan  atau kelompok dan golongan.Prinsip  koperasi  yang terbuka, tidak eksklusif, adalah salah satu  cara  membangun  nasionalisme ke-Indonesia-an  kita.
Tanggal 19 Desember  diperingati sebagai Hari Bela Negara. Ini menjadi momentum sangat berharga bagi insan koperasi untuk  semakin mengokohkan diri  dalam membela Negara, khususnya melalui ladang garapan  ekonomi kerakyatan yakni koperasi. Para insan koperasi  adalah warga Negara  Indonesia  yang bukan saja dianjurkan, tetapi wajib bela Negara. Negara  dalam konteks ini adalah Indonesia, negeri yang  berdiri  dengan  perjuangan, tumpahan darah dan taruhan nyawa.
Tanggal 22 Desember Hari Ibu, para insan koperasi diajak untuk menghormati  peran ibu, menghargai harkat  dan martabatnya. Separuh lebih  anggota  koperasi  adalah ibu dan calon ibu, meskipun mungkin  sedikit  saja yang  diberikan peran  sebagai  pengurus, pengawas  dan manajer. Realitas  hingga kini, masih banyak ibu  yang diperlakukan  tidak semestinya, dimarginalkan  secara sosial, budaya dan politik. Banyak ibu yang  menerima perlakuan  tidak adil dari  suami, keluarga, orang-orang di sekitarnya bahkan anak-anak yang  dilahirkan dari rahimnya. Memang  ada  sedikit  ibu  yang  tak memperlihatkan jati dirinya sebagai ibu, tetapi  secara kodrati, ibu adalah  sosok  yang cintanya  kepada  anak-anaknya tak pernah lekang dimakan jaman.
Dan di tanggal yang sama, 22 Desember, Hari Kesetiakawanan Sosial, para insan koperasi diajak untuk merefleksikan  hakekat  solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Di Indonesia  perimbangan antara kaya dan miskin  bagaikan jurang yang dari waktu ke waktu terus melebar. Yang kaya  semakin kaya meski jumlahnya  lebih sedikit  dan yang miskin semakin miskin  pada hal jumlahnya besar. Para insan koperasi  diajak untuk  saling menolong agar   keluar  dari  masalah  kemiskinan dan itu telah dilakukan  dengan  bergabung  sebagai anggota koperasi. Hanya orang miskin menolong orang miskin, demikian kata Romanus Woga, Ketua Inkopdit.
Khusus Hari Ibu dan Hari Kesetiakawanan Sosial yang diperingati setiap tanggal 22 Desember kiranya  dimanfaatkan oleh para  insan  koperasi  untuk melakukan gerakan ‘sayang  ibu’, terutama  ibu, yang  anggota koperasi, yang sakit, yang sudah  tua  dimakan usia. Sudah bisa  dipastikan  bahwa  hanya koperasi  yang paling tulus membangun  kesetiakawanan sosial.Sebab  dengan berhimpun di  koperasi, maka  si miskin memiliki  power menolong  sesama kaum miskin  untuk sama-sama melangkah  ke kehidupan yang lebih sempurna. Selamat  Hari Ibu dan Selamat Hari Kesetiakawanan Sosial.
Menakjubkan
Perempuan atau ‘Ibu’ sudah berperan  di berbagai sektor  kehidupan. Di sektor perkoperasian  peran ibu  ditunjukkan sebagai anggota, sebagai karyawati, sebagai pengurus dan pengawas. Di sejumlah  negara  peran ibu  dalam  ikut mengembangkan koperasi  sangat luar biasa dan menakjubkan.
Di lingkungan primer-primer  Puskopdit Bali Artha Guna, perempuan atau kaum ibu itu tampil mengambil  bagian  baik sebagai anggota, sebagai pengurus, pengawas  dan  aktif di manajemen. Berdasarkan  laporan  Pengurus  Puskopdit Bali Artha Guna pada RAT  XV di Yogyakarta  27 April 2011 lalu, anggota  perempuan  di primer-primer  adalah sebagai berikut. Kopdit  Swastiastu 1.810 orang dari 3.803 anggota, Kopdit Tritunggal 1.221 orang dari 2.761 anggota, Kopdit Kubu Gunung 1.009 orang dari 2.218 anggota, Koperasi Mulia Sejahtera 1.034 orang dari 1.812 anggota, KSP Wisuda Guna Raharja  648 orang dari 1.511 anggota.Kopdit Sumber Kasih Tangeb  558 orang dari 1.280 anggota, KSP Duta Sejahtera  435 orang dari 1.105 anggota, Kopdit Artha Bhakti Asih  417 orang dari 855 anggota, Kopdit Kubu Bingin  296 orang dari 667 anggota.
Di Kopdit Insan Mandiri anggota perempuan  adalah  312 orang dari 608  anggota, Kopdit Tirta Raharja  239 orang dari 502  anggota, Kopdit Bali Artha Mandiri  247 orang dari 459 orang, KSP Bhuana Kasih  199 orang dari  443  anggota, Kopdit Thabira  163 orang dari 413 anggota, Kopdit Artha Mandiri 154 orang dari  390 anggota, Kopdit Setia Kawan  153 orang dari 388 orang, KSU Kasih Abadi Palasari 183 orang dari  346  anggota, Kopdit Padang Asri 85 orang dari 206 orang, Kopkar Kosayu  94 orang dari  190  anggota dan CU St.Dominikus  23 orang dari  81  anggota. Jumlah anggota  perempuan  di primer-primer  anggota Puskopdit BAG  adalah 9.304 orang dari  20.099  anggota.
Data  ini  adalah  laporan primer-primer  pada  akhir tahun  buku 2010  yakni  akhir Desember  2010. Diperkirakan, jumlah anggota perempuan  mengalami  pertumbuhan  pada tahun buku 2011 yang sedang berjalan ini.Data  ini mau  memperlihatkan  bahwa perempuan  cukup aktif dalam gerakan koperasi.
Di sejumlah  negara  di Asia, peran perempuan  dalam pengembangan  koperasi   cukup dominan. Misalnya  para perempuan di Bangladesh. Negara ini terkenal dengan  gerakan koperasi yang menjadikan mitra Grameen Bank memberikan pinjaman tanpa jaminan barang. Grameen Bank mendapat pujian banyak pihak  termasuk dari Bank Dunia karena pinjaman yang diberikan tanpa agunan barang.
Pinjaman diberikan Grameen Bank dalam kelompok-kelompok kecil. Bila satu anggota mendapat kredit, anggota yang lain memberikan jaminan bahwa orang itu dapat membayar kembali. Jaminan diberikan atas dasar semangat kebersamaan. Dan tulang punggung dari kelompok-kelompok yang mendapat pinjaman dari Grameen Bank  tanpa agunan itu adalah para wanita atau ibu-ibu. Selain itu, para ibu di sanajuga membentuk bank-bank desa milik koperasi-koperasi yang tersebar di berbagai daerah. Bank-bank koperasi di Bangladesh saat ini praktis dipimpin oleh para ibu yang mempunyai pengalaman berkoperasi secara cukup matang.
Apa yang dikemukakan  ini  bisa menjadi bahan refleksi  bagi para pengurus koperasi untuk  tak segan-segan  memberikan peran  kepada perempuan  mengelola  koperasi. Fakta  di Indonesia, juga  di Bali, NTB dan NTT menunjukkan bahwa  koperasi-koperasi  yang dikelola  oleh  perempuan  jauh lebih  berkembang  dan sehat  dibandingkan dengan  koperasi-koperasi yang dikelola oleh kaum laki-laki. Mengapa koperasi yang  manajemennya  dipercayakan kepada perempuan  lebih  berhasil?  Simak  pendapat Menteri  Negara  Koperasi  UKM RI  dan  Kepala Bidang  Bina Lembaga  Dinas Koperasi UKM Provinsi  Bali dalam tulisan  di halaman lain  edisi ini.

Lebih  Disiplin
Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan memuji peran perempuan di bidang koperasi. Apalagi, mayoritas koperasi yang sukses, pengurusnya adalah perempuan. Menurut Syarif, itu dikarenakan perempuan lebih disiplin, pintar, efektif, dan efesien.
Dikatakan  Syarif Hassan, dari 166 ribu unit koperasi, enam puluh persen pengurus adalah kaum perempuan. Ini tidak didominasi satu provinsi, tapi merata di semua provinsi di seluruh Indonesia.Menteri Koperasi  mengakui peran perempuan  dalam koperasi  sangat  dominan di Provinsi Jawa Timur.

 Ketika melakukan penandatanganan kesepakatan antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Koperasi dan UKM di gedung Kemenkop dan UKM, kawasan Kuningan, Jakarta,beberapa waktu lalu Menteri Koperasi  tegaskan, koperasi-koperasi  yang dikelola oleh perempuan jarang terjadi masalah.”Perempuan itu jujur dan cermat sehingga  jarang terjadi masalah. Mereka juga  sangat disiplin  dan tak mau  terjadi  masalah  yang  membuat dirinya masuk dalam pusaran persoalan rumit”, ujar Syarif.
Pendapat Menteri  Koperasi  Syarif Hassan diakui oleh  Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan  Anak   Linda Amalia Sari. Kata dia, sinergi dua kementerian yakni Kementerian Koperasi UKM  dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diharapkan dapat mempercepat perwujudan kesetaraan gender.
Linda  mengatakan  kesepakatan  antara  dua kementerian ini  bisa menjadi  titik  awal untuk lebih meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam peran sertanya di koperasi. Dan juga kemandiran dalam mengembangkan usaha yaitu menyinergikan kegiatan kementerian menjadi satu gerakan utama di kedua belah sisi, gender dan menengah.

Lebih  Dasyat
Perempuan itu polos, jujur, mampu menjaga harkat dan martabat. Sebagai  ibu, karyawati  atau  sebagai pemimpin, perempuan lebih tertib. Dalam mengelola koperasi, sudah terbukti, sentuhan tangan perempuan itu dasyat. Koperasi yang mereka kelola senantiasa mengalami pertumbuhan.

Pengakuan ini dilontarkan oleh  I Gede Indra,SE,MM Kepala Bidang  Bina Lembaga  Koperasi UKM  Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali saat Mentik meminta komentarnya  tentang peran perempuan (baca: ibu)  dalam mengelola koperasi. Ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/11)  Gede Indra  ungkapkan, perempuan itu sosok yang cermat, teliti, familiar, mudah bergaul dan sejumlah  keunggulan lainnya. Kepribadian itu  tercermin dalam pengelolaan koperasi. Umumnya  koperasi yang dikelola perempuan  itu tertib administrasinya, tertib pencatatannya dan sangat jarang koperasi  bangkrut. “ Karena itu koperasi  wanita  harus didorong untuk  turut serta  melayani kebutuhan  masyarakat”, ujarnya.
Sebagai ibu  rumah tangga  tidak berarti   perempuan tidak perlu  terlinat sama sekali  dalam ikut serta meningkatkan kesejahteraan  secara ekonomis. Justru  kaum  ibu  perlu didorong  untuk  turut serta meningkatkan  kesejahteraan ekonomi rumah tangga, misalnya  dengan  bergabung  sebagai anggota  koperasi.”Kita patut mengacungkan jempol  bagi  kaum ibu  yang  bergabung di koperasi  baik yang berbadan hukum  maupun belum berbadan hukum. Banyak  perempuan  mendapatkan modal  dari koperasi  untuk usaha produktif di rumah, ini  sangat positif”, ujarnya.
Tentang pertumbuhan koperasi wanita, dijelaskan  di Bali ada 225  buah  koperasi  wanita  dengan 12.616  anggota. Umumnya  koperasi wanita  tersebut  sehat  usahanya, kegiatan simnpan pinjam  juga sangat berkualitas  dan  meraih berbagai prestasi  yang membanggakan. Karena itu Dinas  Koperasi  terus  berupaya memberikan pembinaan. Memang  dari sisi  jumlah, 225  buah  koperasi wanita  masih  termasuk  sedikit, hanya  5,42 persen  dari jumlah  koperasi di Bali  yang sudah mencapai  4000-an  buah.
Dari sisi anggota, dibandingkan dengan jumlah anggota  seluruh koperasi di Bali  hanya 1,41 persen dan poenyerapan  tenaga kerja 2,06 persen atau  sekitar 365 orang. Tapi menurut  Gede Indra, kaum perempuan juga tercatat  sebagai anggota  koperasi  dari  4000-an koperasi yang ada di Bali.”Data terakhir  memperlihatkan  ada 35 persen  jumlah  anggota koperasi di Bali yang perempuan”, ujarnya.
Lebih lanjut  Gede Indra katakan, Dinas Koperasi  tidak mungkin sendirian  melakukan pembinaan terhadap  koperasi-koperasi termasuk koperasi perempuan. Untuk memajukan koperasi  di Bali  diperlukan kerja sama dengan  instansi terkait seperti dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Lembaga Swadaya Masyarakat , lembaga agama, dan lain-lain.
Dari sisi kontribusi pada ekonomi, menurut Gede Indra, kaum perempuan  dengan kualitas pendidikan  yang semakin meningkat, telah  turut  menentukan  pertumbuhan  ekonomi di Bali. Kaum perempuan sekarang  banyak yang berpendidikan  sarjana, magister , doktor bahkan profesor dan mereka  telah turut menentukan  kebijakan ekonomi  di Bali.”Saya dengar banyak manajer koperasi yang bernaung di bawah Puskopdit Bali Artha Guna  adalah perempuan dan koperasi  yang dipimpinya berhasil”, ujar Gede Indra.
Disebutkan, misalnya  Kopdit  Kubu Gunung, Kopdit Kubu Bingin, Kopdit Sumber Kasih Tangeb, Swastiastu, Insan Mandiri dan lain-lain, manajernya adalah perempuan.”Koperasi-koperasi  seperti Kubu Gunung dan lain-lain itu  menurut penilaian Dinas Koperasi   tumbuh dan berkembang  sangat  maju dan sehat. Jadi  sentuhan tangan perempuan itu dasyat”, ujarnya menurut percakapan dengan Mentik.

Mencintai Ibu Tanpa Batas
Tanggal 22 Desember  ditetapkan sebagai Hari  Ibu Nasional. Satu lagi bukti bahwa  ibu yang adalah kaum perempuan  mendapat tempat  terhormat dalam  kancah kehidupan berbangsa, bernegara  dan  bermasyarakat. Di lembaga  koperasi, peran kaum  ibu  pun sangat sentral, sebagai anggota, pengurus, manajer  dan karyawan.
Mengapa hari Ibu  diperingati pada  setiap tanggal 22 Desember?  Sejarah mencatat, pada 22-25 Desember 1928 sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia  di sebuah Gedung  yang kini dikenal  sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto Yogyakarta. Kongres  menyepakati berdirinya Kongres Perempuan  yang kini dikenal  sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Kongres Perempuan I dianggap sebagai  tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Kongres  bersifat  eksklusif, sangat terbuka. Terbukti, para peserta  adalah  ibu-ibu  yang bergabung dalam wadah organisasi Wanita Utomo, Wanita Tamansiswa, Putri Indonesia, Aisyiyah, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Wanita Katholik, dan Jong Java bagian Perempuan.
Berbagai  isu  yang  mengemuka pada Kongres Perempuan I antara lain pentingnya persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan penjajahan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa. Selain itu  kongres juga  membicarakan masalah perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan dan lain-lain.
Kongres Perempuan II  dilaksanakan  pada Maret  1932  sedangkan Kongres Perempuan III tahun 1938. Pada Kongres III ini ditetapkan tanggal 22 Desember  sebagai hari Ibu Nasional. Melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 Presiden Soekarno menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Dengan ditetapkan tanggal 22  Desember  sebagai Hari Ibu Nasional, maka  kaum ibu  di negeri tercinta  ini mendapat penghormatan istimewa.Memang, mustahil  ada manusia tanpa ibu, ada kelahiran tanpa perempuan, ada kehidupan tanpa air susu mama. Ibu adalah perempuan yang  dengan setia  mencintai buah rahimnya  yakni anak-anaknya. Ibu  bekerja  multifungsi, di rumah  ataupun di luar  rumah tapi tidak mengabaikan  tugas utamanya  yakni  ibu dalam keluarga. Memang, tugas yang paling wajar dan paling  umum dari perempuan  ialah tugas di rumah tangga sebagai ibu. Maka keluarga dan rumah tangga harus menjadi lapangan pekerjaan, bukan pekuburan atau penjara bagi ibu.
Bagi  semua yang mengagumi sosok ibu, bagi anak-anak, balas  budi  dengan  menghormati dan menghargai  sudah  cukup bagi seorang ibu. Maka, siapa saja, buatlah ibu tersenyum, maka  engkau akan melihat  bintang berkilau  di matanya. Pandanglah  ibu dengan senyum di bibir dan itu  adalah kebahagiaan  paling dalam  bagi ibu. Semakin  engkau  mengagumi  dan mencintai ibu, semakin  engkau tahu  bahwa ibu  membuatmu termangu. Ibu…di cintamu  aku termangu.*FAR
Potret Ibu  di Sekitar Kita
Ibu  adalah sosok yang luar biasa. Bahkan  ketika  ia hanya  ada di rumah sepanjang  waktu.Ibu  dapat menyelesaikan semua  pekerjaan  pada waktu  yang sama. Ibu  bekerja di luar rumah, tetapi  tak mengabaikan  pekerjaannya  sebagai  istri  bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya.
Dan di  sejumlah tempat lain,  di  jalanan ramai, di pasar Badung dan Kumbasari, ada  potret  ‘Ibu’ pahlawan-pahlawan masa kini yang bercucuran keringat. Mereka  adalah ibu yang  berjuang memerdekakan  keluarga dari kemiskinan.Misalnya, seorang ibu penjual jamu, sebut saja Sri Lestari, wanita asal  Solo yang merantau ke Bali sejak  sepuluh tahun lalu. Di Bali  ia  tinggal di  sebuah  kamar kontrakan bersama  suami dan  dua anaknya.”Suamiku  sedang sakit, maka aku harus  bekerja untuk menafkahi  keluarga dan mengobati  suami serta biaya pendidikan anak-anak”, ujar penjual jamu  keliling ini. Jam  lima pagi  ia sudah meninggalkan  kamar kontrakan, mengayuh sepeda  keliling kota Denpasar, mendatangi  para pelanggannya. Jam  sepuluh pagi ia kembali ke  rumah  untuk mempersiapkan  makan siang bagi suami dan anak-anaknya. Dan sore hari  ia kembali mengayuh sepeda  mendatangi para pelanggannya. Itulah keseharian  ibu Sri Lestari.
Di  Jalan Diponegoro Denpasar  seorang  ibu  lainnya  berjalan kaki  menyusuri trotoar  sambil menjunjung (suun)  jualan di kepalanya dan menjinjing  bawaan. Ibu muda, sebut saja  Ketut  melakoni pekerjaan ini  hampir setiap hari, terutama pada pagi  sampai dengan siang hari. Ibu Ketut  menjual  jajan keliling  sejak  dua tahun lalu. Suaminya  bekerja dan dua anaknya masih kecil-kecil. Pendapatan suami  tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Biaya pendidikan anak  dirasakan sangat  tinggi tapi Ketut  berniat  anak-anak  harus  sekolah.”Saya bekerja  demi pendidikan anak-anak”, ujarnya.
Di Pasar Badung, sosok ibu-ibu yang pantang menyerah, benar-benar  adalah pahlawan  untuk  keluarganya. Ada banyak  ibu  yang menjalani profesi sebagai  tukang suun  atau  tukang junjung. Pekerjaan yang dilakoni  sejak  pagi  sampai  pagi berikutnya. Ada yang memilih bekerja pada siang hari  dan ada yang bekerja pada malam hari. Bukan hanya  ibu-ibu, tetapi juga  gadis-gadis muda bahkan anak-anak  perempuan yang  menjalani  pekerjaan sebagai  tukang suun di pasar  terbesar  di Bali  dan yang tak pernah sepi itu.
Seorang  tukang suun,  sebut saja  ibu Kerti, menuturkan, dirinya  memilih menjadi tukang suun pada siang hari karena pada malam hari  ia harus mengurus  anak-anaknya. Ia mengaku  janda  sejak lima tahun lalu  dan anak-anaknya  masih  kecil.”Siang  hari  mereka sekolah dan malam hari  saya  harus mendampingi mereka. Makanya saya pilih kerja siang”, ujarnya. Upah yang diperoleh  tidak seberapa besar, tetapi  cukup untuk menyambung hidup.
Lain pula dengan ibu asal Karangasem sebut saja Wayan. Ia bekerja  sebagai tukang  suun   pada pagi sampai dengan  siang  kemudian dilanjutkan pada malam hari  pukul 21.00 wita sampai dengan  pukul 06.00 pagi. Merantau  ke Denpasar  sudah sejak  sepuluh tahun lalu mengikuti  suaminya  yang  orang Denpasar.”Saya  bekerja  untuk menambah ekonomi  rumah tangga. Kebutuhan  keluarga  sangat besar, apa lagi sebagai keluarga  Bali yang  tak bisa mengelak dari berbagai upacara adat”,ujarnya.
Di jalan Gatot Subroto, persis  di depan Taman Kota Lumintang,  seorang  ibu, sebut saja  Luh Sriyani  berpakaian  seragam hijau  terus memainkan  sapu, membersihkan  ruas jalan. Ia adalah satu dari  ratusan  pekerja  yang  dijuluki ‘laskar  hijau’ Kota Denpasar, para  tenaga kerja  honorer dari Dinas  Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar. Kebersihan jalan-jalan kota Denpasar memang ada di tangan mereka. Tapi mereka adalah ibu, yang coba membagi waktu antara tugas rumah  dan  bekerja mencari nafkah.”Saya  ingin  anak-anak  terus sekolah. Maka saya harus  ikut serta mencari uang.Ini  pekerjaan yang sudah saya jalankan  selama lima tahun”, ujarnya.
Beberapa ibu  yang  dipaparkan di sini  hanyalah  sejumlah kecil dari  ribuan  bahkan mungkin jutaan ibu yang  harus bekerja  untuk  bisa menopang  ekonomi keluarga. Maka bayangkanlah bagaimana mereka membagi  waktu, antara bekerja dan mengurus  keluarga, melayani suami, mengurus anak-anak, mendampingi mereka belajar, mencuci pakaian dan lain-lain, yang harus mereka  kerjakan  dalam waktu  24 jam. Sungguh luar biasa.Ibu…kamu memang luar biasa. ***agust g thuru

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KOPDIT SINAR HARAPAN

KSP MULIA SEJAHTERA TABANAN